Jumat, 25 Desember 2009

Satelit Navigasi

SATELIT NAVIGASI I. TRANSIT/DOPPLER 1. Latar Belakang Efek Doppler pertama kali dicetuskan oleh ahli fisika Austria, C.J. Doppler (1803- 1853). Fenomena ini awalnya diterapkan pada bunyi, namun dapat juga digunakan untuk tiap jenis propagasi gelombang. Efek Doppler disebabkan gerak relative transmitter terhadap receiver. Ide sistem satelit navigasi Doppler datang dari Laboratorium Fisika Terapan Universitas John Hopkins, Amerika Serikat. Penemuan ini dibuat pada 1958 dan dipublikasikan pada 1960. The U.S. Navy Navigation Satellite System, atau juga dikenal sebagai Transit, didesain berdasarkan ide ini. Pendekatan teknis dikembangkan dari eksperimen penentuan orbit oleh satelit buatan pertama, Sputnik I, dengan mengukur efek Doppler dari sinyal radio satelit tersebut. Sistem ini mulai beroperasi pada 1964. Detail sistem dirilis oleh pemerintah Amerika Serikat pada 1967. Hal ini dilakukan untuk pembuatan dan penggunaan peralatan navigasi Transit secara komersil. 2. Konsep Penentuan Posisi Efek Doppler memungkinkan jarak antara satelit pemancar di luar angkasa dan radio penerima di tanah diukur dengan cara mengamati bagaimana frekuensi yang diterima dari satelit pemancar di angkasa berubah saat satelit mendekat, melintas dan berlalu. • Ketika satelit mendekat, frekuensi dari pemancar tampak menjadi lebih tinggi daripada frekuensi transmisi yang sebenarnya. • Saat melintas merupakan pendekatan terdekat dimana frekuensi yang dipancarkan sama dengan yang diterima. • Saat satelit berlalu, frekuensi tampak lebih rendah dari frekuensi sebenarnya yang dipancarkan. Frekuensi yang diterima dapat ditampilkan dalam kurva Doppler yang menghubungkan frekuensi terhadap waktu. Laju perubahan frekuensi tersebut tidak konstan. Pada mulanya, frekuensi berubah secara perlahan. Laju perubahan yang paling besar adalah pada saat pendekatan terdekat. Setelah melintas, laju frekuensi berubah perlahan seiring berlalunya satelit. Untuk menghitung kurva Doppler, perlu diketahui posisi dan vector kecepatan satelit. Receiver hanya perlu satu jalur satelit untuk menghasilkan navigasi fix. Untuk menghasilkan estimasi yang akurat, receiver perlu mengumpulkan data selama beberapa menit. Komputasi actual dari posisi receiver didasarkan pada kurva Doppler ketika satelit melintas. Posisi receiver ditentukan dari kesesuaian kurva. Lintang dan bujur ditentukan dengan mencocokkan kurva Doppler dengan data pengukuran. Akurasi sistem Transit sekitar setengah kilometer. Dalam survey geodetic, aplikasi data dari beberapa satelit yang melintas dikumpulkan pada lokasi tertentu untuk diukur dan diproses dalam dua cara, penentuan posisi titik dan translokasi. Dalam menentukan posisi titik, data dari satu receiver digunakan untuk menentukan lokasi komponen, lintang, bujur dan ketinggian. Metode translokasi diterapkan jika dibutuhkan akurasi lebih baik dari 1m. Metode ini melibatkan dua atau lebih receiver yang ditempatkan pada suatu lokasi yang posisinya akan ditentukan. 3. Komponen Satelit Terdapat 6 satelit Transit yang mengorbit Bumi. Masing-masing satelit mempunyai orbit lingkaran polar dengan periode 1 jam 47 menit pada ketinggian sekitar 1100 km diatas permukaan Bumi. Satelit Transit memancarkan data biner dengan modulasi fase. Data ini disebut dengan ephemeris. Posisi dan kecepatan satelit dapat dihitung dari ephemeris tersebut. Sistem satelit Transit memancarkan sinyal gelombang secara kontinyu dalam dua frekuensi berbeda, yaitu 150 MHz dan 400 MHz. Tujuannya adalah mengeliminasi refraksi ionosfer orde pertama dan kesalahan pengukuran frekuensi receiver. Akurasi sistem Transit sekitar 100 meter untuk receiver diam, dan akan lebih buruk untuk receiver yang bergerak dengan kecepatan yang tidak diketahui. Sistem Transit masih beroperasi, namun belum meluncurkan satelit-satelit baru. 4. Aplikasi Satelit Berikut adalah beberapa aplikasi Transit/Doppler : 1. Navigasi polarisasi dataran bawah laut. 2. Eksplorasi minyak lepas pantai (off-shore) 3. Survey geodesi dan geofisika 4. penentuan posisi sejumlah titik-titik (stasiun) kerangka dasar geodesi dan pemetaan. II. GLONASS 1. Latar Belakang Tujuan dari Global Navigation Satellite System (GLONASS) adalah untuk menyediakan informasi yang tak terbatas tentang udara, lautan dan kegunaan lainnya dilengkapi dengan penentuan posisi tiga dimensi, pengukuran kecepatan dan waktu dimanapun di seluruh dunia atau di angkasa dekat Bumi dalam segala cuaca. 2. Konsep Penentuan Posisi Perangkat pengguna menghasilkan pengukuran pasif pseudorange dan laju pseudorange dari empat atau tiga buah satelit GLONASS dengan menerima dan memproses pesan navigasi yang tekandung dalam sinyal navigasi satelit. Pesan navigasi mendeskripsikan posisi satelit dalam ruang dan waktu. Pemrosesan terpadu antara pengukuran dan pesan navigasi dari empat atau tiga buah satelit GLONASS memungkinkan pengguna untuk menentukan koordinat dua atau tiga dimensi, konstituen vector kecepatan dan acuan skala waktu pengguna ke National Reference of Coordinated Universal Time UTC(SU). Pesan navigasi mengandung data yang memungkinkan untuk melakukan pengamatan perencanaan, dan memilih serta tracking konstelasi satelit yang dibutuhkan. a. Komponen GLONASS GLONASS terdiri dari tiga komponen : • Konstelasi satelit (segmen angkasa); • Fasilitas kontrol berbasis tanah (segmen kontrol); • Perangkat pengguna (segmen pengguna). Segmen angkasa GLONASS berupa konstelasi satelit yang terdiri dari 24 satelit. Tiap satelit GLONASS memancarkan sinyal navigasi dalam dua sub-band L-band (L1 ~ 1.6 GHz and L2 ~ 1.2 GHz) dengan akurasi tinggi dan standar. Sinyal akurasi standar 0.511 MHz didesain untuk pengguna sipil seluruh dunia. Kode akurasi tinggi 5.11 MHz dimodulasi dengan kode special, dan harus menggunakan izin dari Departemen Pertahanan. Segmen kontrol mencakup pusat sistem control dan jaringan Command and Tracking Stations yang ditempatkan di teritorial Russia. Segmen kontrol memonitor status konstelasi GLONASS, koreksi parameter orbit dan pemuatan data navigasi. Perangkat pengguna terdiri dari receiver dan prosesor yang menerima dan memproses sinyal navigasi GLONASS, serta memungkinkan pengguna untuk menghitung koordinat, kecepatan dan waktu. b. Struktur Konstelasi Konstelasi GLONASS secara langkap terdiri dari 24 satelit. Satelit-satelit tersebut ditempatkan dalam 3 bidang orbit yang ascending node-nya terpisah 120°, dimana dalam tiap bidang orbit terdapat 8 satelit yang berjarak sama dengan argument pergeseran lintang 45°. Bidang orbit mempunyai argument pergeseran lintang sebesar 15° relatif terhadap satu sama lain. Satelit beroperasi pada orbit lingkaran setinggi 19100-km pada inklinasi 64.8°. Spasi antar satelit memungkinkan hasil yang kontinyu dan cakupan global dari permukaan terestris maupun angkasa di dekat bumi. Bidang orbit mempunyai nomor urut 1, 2 dan 3 searah rotasi Bumi. Bidang orbit pertama mempunyai nomor slot 1-8, bidang orbit kedua slot 9-16 dan bidang orbit ketiga slot 17-24. Penomoran slot dalam bidang orbit bertambah berlawanan arah dengan rotasi satelit mengelilingi Bumi. c. Parameter Orbit Nilai nominal bujur absolut dari ascending nodes untuk bidang orbit ideal ditentukan jam 00 menit 00 detik 00 MT (UTC + 03 jam 00 menit 00 detik) pada 1 Janurai 1983, atau sama dengan : 251° 15' 00''+ 120° (i - 1), dimana "i" adalah nomor bidang orbit ( i = 1, 2, 3). Spasi nominal antar satelit dalam satu bidang orbit, berdasarkan argument lintang, sama dengan 45°. Laju rata-rata presesi bidang orbit adalah sama dengan (- 0.59251*10 -3) radian/hari. Nilai ideal argumen lintang untuk satelit yang ditempatkan pada slot j = N + 8 dan j = N + 16 berbeda 15° dari argumen lintang untuk satelit yang ditempatkan pada slot j = N dan j = N + 8 dimana N = 1,...,8 dan sebanding dengan : 145° 26' 37'' + 15° (27 - 3j + 25j* ), (sebagaimana telah ditetapkan pada jam 00 menit 00 detik 00 MT (UTC + 03 jam 00 menit 00 detik pada 1 Januari 1983) dimana "j" merupakan nomor slot (j = 1, 2,..., 24);  ì j - 1 ü j - 1 j* = E í ¾¾ ý - integer ¾¾¾ .  î 8 þ 8 Interval pengulangan jalur satelit dan zona keterlihatan yang diamati dari bumi sama dengan 17 periode orbit (7 hari 23 jam 27 menit 28 detik). Nominal parameter orbit satelit GLONASS adalah sebagai berikut : • Periode Draconian - 11 jam 15 menit 44 detik; • Ketinggian orbit - 19100 km; • Inklinasi - 64.8° ; • Eksentrisitas - 0. III. GALILEO 1. Latar Belakang Satelit Galileo merupakan sistem satelit navigasi global Eropa yang pertama dengan tingkat akurasi yang tinggi, dikontrol dan dikelola oleh pihak sipil Uni Eropa. Sistem satelit senilai 3,8 miliar euro ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung pada waktu dan cuaca kepada banyak orang secara simultan. Satelit Galileo pertama yang bernama GIOVE - A (Galileo In Orbit Validation Element - A) diluncurkan pada 28 Desember 2005. Sampai akhir 2006 ada tiga satelit lagi yang menyusul diluncurkan untuk kemudian mencapai tahap In-Orbit Validation (IOV). Setelah tahap validasi ini selesai, maka satelit sisanya akan menyusul diluncurkan untuk mencapai tahap Full Operational Capabi lity (FOC) atau dapat juga dikatakan layak operasi. Setelah semua tahap selesai, menurut jadwal yang sudah direncanakan pada tahun 2010 teknologi navigasi Galileo akan siap dioperasikan sepenuhnya. Proyek Galileo diluncurkan melalui roket Rusia, Soyuz, yang membawa satelit GIOVE-A seberat 600 kilogram dari pusat peluncuran Rusia di Baikonur, Kazakhstan. Satelit yang dikembangkan oleh perusahaan Inggris Surrey Satellite Technology Ltd (SSTL) ini terdiri dari 30 satelit yang secara terpadu membentuk jaringan Galileo seluruh dunia, ditempatkan pada orbit 23.000 km (14.000 mil) dari bumi. Setelah mencapai orbit, satelit GIOVE-A akan menguji berbagai teknologi termasuk jam atom yang oleh ESA (European Space Agency), disebut paling tepat dari yang pernah dikirim ke antariksa, dan penerimaan sinyal navigasi serta memastikan keamanan frekuensi yang dialokasikan oleh International Telecommunication Union (ITU). Para ilmuwan juga akan mengukur besarnya radiasi yang diterima wahana tersebut selama mengorbit.. Menurut ESA, satelit ini bisa kapan saja melacak keberadaan 90 persen penduduk di bumi. Juga bisa melacak kutub Utara dan Selatan, kawasan yang jarang dimanfaatkan. Galileo memungkinkan Eropa untuk memperoleh kebebasan strategis, begitu bekerja satelit-satelit ini menjadi sangat dibutuhkan bagi regulasi udara, maritim, dan juga lalu lintas darat. Galileo diyakini akan mampu bersaing dengan Global Positioning System (GPS) milik Amerika Serikat, yang sejatinya dibangun untuk keperluan target militer dan positioning. Adapun tujuan Uni Eropa untuk menciptakan satelit ini adalah : 1. untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian GPS 2. untuk dapat bersaing dalam dunia persatelitan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat 3. untuk menyediakan alternatif dari Global Positioning System Amerika Serikat dan GLONASS Rusia 4. dapat membantu Eropa pada saat perang, karena sistem GPS dan GLONASS dapat saja dimatikan oleh Amerika Serikat dan Rusia 2. Konsep Penentuan Posisi Pada prinsipnya penentuan posisi dengan satelit Galileo hampir sama dengan penentuan posisi dengan GPS. Kedua satelit navigasi ini hanya berbeda pada spesifikasi dan kemampuannya. Seperti halnya GPS, Galileo pun akan mengirim dua sinyal ke bumi yaitu untuk kepentingan sipil dan yang kedua yang lebih cermat, untuk kepentingan militer. Sistem satelit Galileo terdiri dari 30 satelit yang secara bergabung membentuk jaringan Galileo seluruh dunia. Terdapat 14 stasiun bumi untuk pengendalian dan hubungan-hubungan saluran. Untuk mencari suatu posisi di Bumi minimal ada hubungan radio dengan tiga satellite. Posisi yang tepat ditentukan berdasarkan titik potong ketiga sinyal satelit tadi.Sama seperti GPS, receiver Galileo juga bakal menerima informasi tentang posisi setiap satelit pada waktu yang diinginkan. Jarak setiap Receiver dengan satellite biasa didapat dan perhitungan waktu tempuh sinyal radio dan satelit ke receiver. Dua pusat control Galileo (Galileo Control Center=GCC) diletakkan di daratan Eropa. Dan sepenuhnya dikontrol oleh sipil. Hal inilah yang sangat membedakan antara GPS dengan Galileo. Jika GPS dimiliki dan dioperasikan oleh pihak militer Amerika Serikat, maka Galileo dimiliki dan dioperasikan oleh kalangan sipil Eropa. Hal tersebut juga telah menjadikan alasan mengapa Eropa mengembangkan Galileo. Ada rasa kekawatiran bahwa di masa yang akan datang demi kepentingan militer dan atas alasan keamanan GPS dapat saja tidak diberikan lagi secara cuma-cuma. Padahal saat ini sudah banyak kebergantungan berbagai pihak pada GPS. Dengan hadirnya Galileo, diharapkan masyarakat dunia khususnya Eropa tidak perlu lagi terlalu bergantung dengan GPS. Hal ini juga untuk menghilangkan kemungkinan monopoli GPS dalam pelayanan navigasi. Satelit-satelit Galileo, masing-masing punya kode khas, mengirimkan sinyal-sinyal radio, pada saat yang pasti dan dari suatu tempat yang tertentu pula. Selanjutnya, penangkap sinyal di bumi, berdasar sinyal-sinyal dari empat satelit Galileo yang berbeda-beda, bisa menetapkan secara teliti sampai meter-meternya, tempatnya sendiri, atau tempat suatu sasaran yang bergerak atau diam. Dalam hal ini, GIOVE-A punya dua penunjuk waktu atom rubidium. Satelit Galileo akan menstransmisikan 10 sinyal yang berbeda. Dari sini, 6 sinyal akan digunakan untuk keperluan sipil (Open Service) dan Safety of Life Service, 2 sinyal untuk keperluan komersial dan sisanya 2 untuk keperluan Public Regulated Service. Selain pelayanan navigasi dan transmisi waktu, Galileo akan menyediakan informasi mengenai akurasi dan status sinyal tersebut. 3. Komponen Satelit Secara umum ada tiga komponen penyusun sistem Galileo yaitu : 1. komponen angkasa (space segment) Segmen angkasa Galileo terdiri dari 30 satelit, dimana terdapat 27 satelit yang aktif dan 3 satelit cadangan (spare) dalam Medium Earth Orbit (MEO) pada ketinggian 23600 km. Satelit akan melakukan perjalanan sepanjang tiga orbit sirkular pada inklinasi 56°. Dengan waktu orbit 14 jam, konfigurasi dari konstelasi akan menjamin sekurang-kurangnya 10 satelit yang kelihatan akan memberikan informasi posisi dan waktu untuk semua lokasi, termasuk daerah kutub. Wahana Satelit Galileo diharapkan akan dapat bertahan selama 10 tahun.Segmen angkasa akan diatur lewat dua stasiun kontrol yang dipilih di suatu tempat di Eropa, yang didukung oleh 20 stasiun sensor Galileo (GSS). Pertukaran data antara stasiun kontrol dan satelit akan dikerjakan melalui stasiun penghubung khusus. Sebanyak 15 stasiun penghubung akan dipasang di sekitar permukaan bumi untuk memudahkan dalam hal transfer data. 2. komponen kontrol bumi (ground segment) Sebagai komponen kontrol bumi (ground segment), stasiun kontrol akan bertanggungjawab memanajemen satelit, mengintegrasikan sinyal, dan sinkronisasi jam atom pada satelit.Segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit Galileo, baik di darat, laut, udara, maupun di angkasa. Dalam hal ini alat penerima sinyal Galileo diperlukan untuk menerima dan memproses sinyal -sinyal dari satelit Galileo untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu. Komponen utama dari suatu receiver Galileo secara umum adalah antena dengan pre-amplifier, bagian RF dengan pengidentifikasi sinyal dan pemroses sinyal, pemroses mikro untuk pengontrolan receiver, data sampling dan pemroses data ( solusi navigasi ), osilator presisi , catu daya, unit perintah dan tampilan, dan memori serta perekam data. 3. komponen pengguna (user segment) Mengenai receiver Galileo, belum ada keputusan akhir tentang spesifikasi dan kemampuan receiver Galileo melainkan sekarang sedang dikembangkan untuk dapat bersaing dengan GPS. Analisis pasar memberikan klasifikasi pendahuluan tentang tipe receiver Galileo yaitu: 1. Tipe konsumen Tipe konsumen sendiri terdiri dari dua jenis yaitu A1 dan A2. Jenis A1 berdiri sendiri yang merupakan receiver navigasi utama Galileo, dan A2 digunakan untuk bantuan komunikasi (NAV/COM). 2. Tipe profesional Tipe profesional terdiri dari empat jenis yaitu B1 (Single frequency ditambah Local Element (LE)), B2 (Dual frequency ditambah LE), B3 (Triple frequency ditambah LE), dan B4 (Single frequency ditambah bantuan komunikasi). 3. Tipe Safety of Life Tipe Safety of Life terdiri dari dua jenis yaitu C1 dan C2. Jenis C1 merupakan receiver yang memiliki spesifikasi Dual frequency plus LE (+EGNOS) with integrity. Jenis C2 memiliki spesifikasi Triple frequency plus LE (+EGNOS) with integrity. 4. Aplikasi Satelit Sistem Satelit Galileo dibangun mirip dengan sistem GPS, oleh karenanya aplikasi dari sistem Galileo akan menyerupai aplikasi dari satelit GPS. Gambaran umum yang diberikan sistem satelit Galileo untuk bidang aplikasi diantaranya diperuntukan bagi kepentingan transportasi, keperluan penerbangan (aviation), aplikasi maritim, pekerjaan teknik sipil, perikanan, pertanian (precise farming), monitoring lingkungan. referensi waktu dan telekomunikasi.Bidang-bidang lainnya yang menjadi aplikasi sistem Galileo, sama halnya dengan sistem GPS yaitu: survai pemetaan, geodinamika, geodesi, geologi, geofisik, pemantauan deformasi, , dan bahkan juga bidang olahraga dan rekreasi Pemanfaatan untuk bidang pengangkutan akan menggunakan Galileo untuk mengawasi kawasan-kawasan parkir truk dan menangkal kemacetan. Untuk pemerintah, secara besar-besaran akan bisa mengawasi laju kecepatan para pengendara. Lembaga-lembagai swasta akan punya pilihan yang lebih mudah untuk peta-peta jalanan. Dinas penegak hukum bisa menguntit para tersangka dan menjaga perbatasan. Galileo didasarkan pada teknologi yang sama seperti GPS dan menyediakan informasi posisi dan waktu dengan tingkat presisi yang lebih tinggi. Menurut Hans de Vreij, pakar bidang pertahanan Radio Nederland, pada saat-saat tertentu Galileo juga bisa digunakan bagi kepentingan militer, sekalipun hal ini kurang disebut-sebut di Uni Eropa. "Perang modern mustahil dilakukan tanpa penentuan tempat-tempat secara cermat. Umpamanya untuk mengetahui letak pasukan-pasukan musuh maupun pasukan sendiri, tetapi juga untuk menempatkan bom-bom dan rudal-rudal. Ada 5 macam layanan atau jasa yang rencananya akan diberikan sistem satelit Galileo, yaitu: 1) Pelayanan Terbuka (Open Service atau OS) OS ini adalah bebas dan menyediakan pelayanan seperti GPS tetapi dengan akurasi yang lebih tinggi. Dalam hal ini, ESA berperan aktif dalam mengintegrasikan Galileo dengan sistem GSM/UMTS. OS ini ditetapkan sebagai pasar sinyal besar-besaran untuk informasi waktu dan posisi yang tersedia dengan gratis. OS ini dapat diperoleh oleh semua orang yang dilengkapi dengan receiver tanpa pemberian hak. 2) Pelayanan Keselamatan Hidup (Safety of Life Service atau SLS) SLS ini akan digunakan untuk aplikasi transportasi yang mana dapat membahayakan hidup jika penampilan sistem navigasi menurun tanpa pemberitahuan dengan real-time. 3) Pelayanan Komersial (Commercial Service atau CS) CS ini diperuntukkan untuk aplikasi pasar (komersial) dengan pelayanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh Open Service. Layanan ini tidak gratis melainkan user harus membayar jasa pelayanan artinya jika pengguna ingin mendapatkan informasi posisi dan waktu secara real-time, maka pengguna harus membayar sebesar biaya yang telah ditetapkan. 4) Pelayanan Publik (Public Regulated Service atau PRS) Galileo ini merupakan suatu system sipil yang memuat layanan pengontrolan akses untuk aplikasi pemerintahan. PRS ini akan digunakan oleh suatu badan atau instansi seperti kepolisisan dan departemen-departemen 5) Layanan Pencarian dan Pertolongan (Search and Rescue Service atau SAR) SAR ini memberikan kontribusi Eropa dalam dunia internasional dalam usaha pemberian bantuan dan pertolongan kemanusiaan.

Atmosfer

Atmosfer adalah campuran gas yang mengelilingi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi dan campuran gas ini disebut dengan udara. Lapisan gas tersebut mengelilingi bumi dengan ketebalan yang sulit untuk ditentukan secara teliti, namun ketebalan rata-rata dari atmosfer ini ditentukan kira kira 500 km [Spiegel & Gruber, 1983]. Udara bercampur secara baik di atmosfer. Meskipun bercampur, atmosfer mempunyai perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam temperatur dan tekanan dalam setiap perbedaan ketinggiannya. Perbedaan ini didefinisikan ke dalam sejumlah lapisan atmosfer. Lapisan atmosfer ini terdiri dari troposfer (0-16 km), stratosfer (16-50 km), mesosfer (50-80 km) dan termosfer (80-640 km). batas antara keempat lapisan ditentukan dengan perubahan temperatur yang mencolok, dan termasuk berturut-turut tropopause, stratopause, dan mesopause. Di dalam troposfer dan mesosfer, temperatur secara umum menurun sesuai dengan kenaikan ketinggian, sebaliknya pada stratosfer dan termosfer, temperatur naik seiring dengan kenaikan ketinggian [pettersen,1958;Miller et al,1983]. Hampir seluruh udara (90 %) mengandung uap air dan sisanya tidak mengandung uap air [Kurniawan, 1998]. Udara yang tidak mengandung uap air ini disebut dengan udara kering. I. Troposfer • Karakteristik Troposfer Lapisan troposfer adalah lapisan atmosfer yang paling bawah dan merupakan persentase terbesar dari total masa atmosfer yaitu lebih dari 75%. Sedangkan sisanya menyebar pada lapisan yang lain [Spiegel &Gruber, 1983]. Troposfer tersusun atas nitrogen ( 78 %) dan oksigen (21 %) dengan hanya sedikit konsentrasi gas lainnya. Penurunan rata-rata temperatur pada troposfer adalah 6.5° C/km [Pettersen, 1958]. Tingkat penurunan ini dikenal dengan susut temperatur rata-rata troposfer. Susut temperatur maksudnya adalah derajat penurunan temperatur. Di tempat yang temperaturnya berkurang sejalan dengan ketinggian seperti lazimnya pada troposfer susut temperaturnya adalah positif. Berkurangnya temperatur terhadap ketinggian pada troposfer ini disebabkan oleh [ Yulanda, 1997] : Pemanasan udara yang terbanyak berasal dari bumi, uap air dan debu yang menyerap panas, semakin keatas semakin berkurang, udara pada lapisan bawah lebih rapat daripada lapisan diatas sehingga udara pada lapisan bawah lebih panas Ketika melalui troposfer, sinyal GPS akan mengalami refraksi yang menyebabkan perubahan kecepatan dan arah sinyal GPS. Efek utama dari troposfer dalam hal ini adalah terhadap hasil ukuran jarak dari satelit GPS ke receiver GPS di permukaan [Abidin, 2000]. Data pseudorange dan data fase keduanya sama diperlambat oleh troposfer, dan besar magnitudo dari bias troposfer pada kedua data pengamatan tersebut adalah sama. Magnitudo dari bias troposfer berkisar sekitar ≈ 2.3 m di arah zenit sampai ≈ 20 m pada 100 m di atas horison [Abidin, 2000; Seeber, 1993; Wells et al, 1986]. • Kandungan Uap Air dalam Troposfer Uap air adalah air yang berada pada fase gas. kandungan uap air dalam troposfer menurun secara tajam dengan kenaikan ketinggian. Kandungan uap air memainkan peranan penting dalam mengatur temperatur udara karena menyerap radiasi matahari dan radiasi termal dari permukaan bumi. Uap air terbesar berada diatas daerah tropis. Jumlahnya bervariasi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun secara umum diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hampir 0% sampai 4%. Maksudnya adalah 4 gram air untuk setiap 100 gram udara. Perubahan ekstrim menurut tempat dan waktu dari jumlah uap air di atmosfer tersebut disebabkan karena kemampuan air yang unik untuk berada pada tiga fase (gas, cair, dan padat) pada temperatur yang biasanya terdapat di bumi [Miller, 1983] Dari jumlah yang berkisar antara 0 % sampai denga 4% tersebut, hampir keseluruhannya ( 99 %) berada pada lapisan troposfer. Pada troposfer, air pada bentuk cair ditemukan sebagai gerimis (hujan rintik), awan, kabut, dan embun. Es merupakan air dalam bentuk padat dan ditemukan dalam atmosfer dalam berbagai bentuk, seperti salju, hujan es (hail), hujan es yang bercampur salju, awan kristal es, dan butiran salju (snow pellets) [Spiegel &Gruber, 1983]. Sedangkan bentuk gas dari air disebut dengan uap air, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Semua fenomena cuaca terjadi di dalam lapisan troposfer. Ini disebabkan karena pegerakan vertikal atau konveksi udara membangkitkan awan-awan yang menyebabkan terjadinya hujan dari uap air dalam troposfer, dan memberikan banyak perubahan dalam cuaca. Pada tropopause, temperatur mengalami kestabilan. Tropopause ini adalah lapisan yang membatasi troposfer dan stratosfer. Temperatur udara mulai meningkat di dalam stratosfer. Peningkatan temperatur mencegah terjadinya konveksi udara diluar tropopause, dan konsekuensinya banyak fenomena cuaca, termasuk awan petir cumulonimbus yang paling tinggi terjadi di dalam troposfer. Jumlah kandungan uap air yang tepat yang berada pada setiap tempat dan waktu sangat penting untuk diketahui oleh para ahli meteorologi. Peranan penting yang dimaksud adalah [Miller, 1983] : Uap air merupakan penyerap radias yang sangat penting di udara dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan energi di atmosfer. Pelepasan panas laten dari proses kondensasi merupakan sumber energi yang penting untuk memelihara proses-proses cuaca yang terjadi di atmosfer. Kandungan uap air merupakan komponen yang sangat penting bagi peramalan cuaca. • Studi Troposfer Menggunakan GPS Satelit GPS memancarkan sinyal-sinyal gelombang elektromagnetik yang sebelum diterima oleh antena receiver GPS akan melewati medium lapisan-lapisan atmosfer yaitu ionosfer dan troposfer. Dalam kedua lapisan ini, sinyal GPS akan mengalami gangguan (bias) sehingga jarak yang dihitung akan memberikan nilai yang mengandung kesalahan. Jarak digunakan untuk menghitung posisi titik. Dalam lingkup kajian GPS, kedua lapisan ini menjadi bias tersendiri yang harus dikoreksi sebelum menentukan posisi titik. Bias yang disebabkan oleh adanya lapisan troposfer dan ionosfer ini ditambah dengan kesalahan orbit dan waktu akan menyebabkan kesalahan pada ukuran jarak dari satelit GPS ke antena receiver, yang akan menyebabkan kekurang telitian pada penentuan posisi pengamat. Oleh karena itu estimasi besaran bias troposfer dan ionosfer perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih teliti. Bias yang diakibatkan oleh lapisan troposfer memberikan efek yang lebih signifikan jika diakibatkan oleh bias yang diakibatkan oleh lapisan ionosfer, terutama terhadap komponen tinggi yang di berikan oleh GPS [Abidin et al,1998]. Metode yang digunakan dalam penentuan bias troposfer ini adalah dengan menggunakan metode inversi GPS. Metode inversi ini pada dasarnya adalah menentukan besarnya penyimpangan jarak dari satelit GPS ke antena receiver GPS sebagai akibat dari perlambatan waktu tempuh selama sinyal melewati lapisan troposfer. Penyimpangan jarak akibat perlambatan waktu tempuh sinyal GPS umumnya disebut dengan Zenith Tropospheric Delay (ZTD). Harga ZTD ini nantinya dijadikan sebagai faktor koreksi untuk menentukan jarak dari satelit GPS ke antena receiver GPS yang bebas pengaruh troposfer. Besaran ZTD juga dapat digunakan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis kondisi troposfer di sekitar daerah pengamatan GPS. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan komponen basah (wet component) dari ZTD, sehingga diperoleh ZWD (Zenith Wet Delay) yang lebih dikenal dengan sebutan wet delay. Wet delay yang diperoleh selanjutnya akan dipantau dan dipetakan, yang pada tahapan berikutnya akan dianalisis untuk berbagai keperluan aplikasi, terutama dalam bidang meteorologi (GPS-Meteorology). Analisis dari pemantauan wet delay terhadap kondisi meteorologis suatu daerah tentunya berlainan antara yang satu dengan yang lainnya, diantaranya tergantung dari lokasi geografis dan kondisi topografis dari daerah penelitian tersebut. Selain itu cakupan wilayah juga menjadi faktor penting dalam analisis tersebut. II. Ionosfer • Karakteristik Ionosfer Ionosfer adalah bagian dari lapisan atas atmosfer dimana terdapat sejumlah elektron bebas yang mempengaruhi perambatan gelombang radio. Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan ionosfer ini bergantung pada besarnya intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut [ Davies, 1990]. Lapisan ionosfer kira-kira terletak 50 sampai 1000 Km diatas permukaan bumi. Berdasarkan membesarnya nilai ketinggian dan densitas elektron, lapisan ionosfer dapat dikategorisasikan menjadi lapisan- lapisan D, E, F1, dan F2. Ionosfer merupakan medium dispersif yaitu medium dimana kecepatan perlambatan gelombang yang akan melintasnya sangat tergantung pada frekuensi gelombang tersebut. Adanya sinar matahari dan radiasi kosmik menyebabkan molekul-molekul gas yang bersifat netral di atmosfer mengalami ionisasi. Energi ionisasi ini berasal dari energi photon yang memecahkan ikatan elektron dengan atom induknya, sehingga menghasilkan sejumlah elektron bebas yang bermuatan [klobuchar, 1991]. Proses ini banyak terjadi pada ionosfer. Kecepatan perambatan gelombang pada titik-titik di ionosfer ditentukan oleh densitas electron di titik-titik tersebut. Makin besar densitas electron , makin tinggi kecepatan perambatannya. Densitas electron diukur dengan menghitung jumlah electron di suatu kolom vertikal setinggi 1m di ionosfer dengan penampang melintang 1m2. jumlah densitas electron di suatu kolom vertikal sepanjang lintasan sinyal dari pembangkit sinyal ke penerima sinyal dengan penampang melintang seluas 1m2 disebut Total Electron content (TEC). • Teknik Studi Ionosfer Pengamatan Ionosfer dapat dilakukan dengan 2 teknik yaitu teknik direct (in-situ) dengan menggunakan roket dan satelit, dan Teknik remote dengan menggunakan ionosonde (HF), Radar (VHF), dan satelit (GPS). Contoh dengan menggunakan radar ber-frekuensi 50 MGhz, dengan panjang gelombang 60 meter dapat melihat karakteristik ionosfer dalam radius pengamatan sekitar 500 kilometer. Teknik GPS sekarang merupakan teknik yang cukup banyak dikembangkan karena mempunyai kelebihan dalam hal efektifitas dan efisiensi. • Manfaat Studi Ionosfer Manfaat dari studi ionosfer yaitu untuk memperoleh model koreksi ionosfer bagi sinyal sinyal gelombang satelit aplikasi seperti satelit GPS, InSAR, Altimetri dan lain-lain. Studi ionosfer juga akan memberikan informasi MUF (Maximum Usable Frequency) dan scintilasi ionosfer. Studi tidak langsung dari ulah manusia terhadap kerusakan lingkungan juga dapat dilakukan melalui studi ionosfer, dengan melihat indikator perubahan atmosfer global dari data ionosfer. Satu hal lagi yang cukup menarik dari studi ionosfer sekarang ini yaitu mendeteksi gempa bumi dan tsunami. Hasil studi awal beberapa peneliti memperlihatkan keterkaitan aktivitas tektonik gempa bumi dengan aktifitas ionosfer. Sebelum terjadinya gempa dimungkinkan ada gangguan terhadap kondisi ionosfer, sehingga efek gangguan tersebut apabila dapat teridentifikasi maka dapat dijadikan sebagai precusor gempa bumi (parameter prediksi gempa bumi). • Studi Ionosfer Menggunakan GPS Satelit GPS memancarkan sinyal-sinyal gelombang elektromagnetik yang sebelum diterima oleh antena receiver GPS akan melewati medium lapisan-lapisan atmosfer yaitu ionosfer dan troposfer. Dalam kedua lapisan ini, sinyal GPS akan mengalami gangguan (bias), Bias yang disebabkan oleh adanya lapisan troposfer dan ionosfer ini ditambah dengan kesalahan orbit dan waktu akan menyebabkan kesalahan pada ukuran jarak dari satelit GPS ke antena receiver, yang akan menyebabkan kekurang telitian pada penentuan posisi pengamat. Oleh karena itu estimasi besaran bias troposfer dan ionosfer perlu dilakukan untuk memperoleh hasil posisi yang lebih teliti. Informasi tentang karakteristik ionosfer dalam suatu wilayah, yang biasanya diwakili oleh karakteristik TEC (Total Electron Content), akan sangat berguna untuk beberapa hal, seperti untuk telekomunikasi, penentuan posisi dengan satelit, dan kedirgantaraan [ Abidin,1999 ]. Secara definisi, TEC adalah jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder) berpenampang 1 meter persegi sepanjang lintasan sinyal dalam lapisan ionosfer. Penentuan TEC dengan GPS pada dasarnya adalah suatu inverse problem dari penentuan posisi dengan GPS, dalam hal ini dengan menggunakan receiver GPS tipe geodetic dual frekuensi pada titik yang telah diketahui koordinatnya kita akan dapat menghitung besarnya TEC dalam arah pengamatan-pengamatan satelit GPS. Model matematika untuk penentuan TEC dapat diturunkan dari persamaan pengamatan pseudorangge dua frekuensi atau dari persamaan carrier phase dua frekuensi. Dalam hal ini TEC yang dihitung adalah TEC vertikal [Abidin, 1995]. GPS merupakan tools yang potensial dalam melakukan studi ionosfer dibandingkan dengan teknologi lain yang telah digunakan, misalnya radiosonde. Teknologi GPS memiliki potensi besar untuk menentukan nilai TEC terutama untuk wilayah yang cukup luas dan banyak tertutup air seperti indonesia [ Abidin, 1995 ].